SEANDAINYA BUMI BOLEH “BERPUISI”
Secercah Hikmah terhadap Manusia (yang Merasa) Akan Mati
Oleh: Dr. Ir. H. Tri Pranadji, MSi, APU
Peneliti (Ahli Peneliti Utama) pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Makalah disampaikan sebagai materi Kultum (sehabis shalat Dhuhur) di
Musholla PSEKP, Senin 14 Januari 2013
Dalam sebuah “cerita” di kalangan sufi konon bumi
ini sangat marah dan jengkel terhadap ulah manusia; betapa sombong, serakah,
saling mendengki, dan saling mengeksploitasi antar sesamanya; yang kuat
menghisap dan menindas yang lemah. Beribu-ribu tahun, mungkin berjuta-juta
tahun, bumi ini menahan marah dan tidak rela terhadap tingkah manusia yang
(umumnya) berlaku semau-maunya di atas punggungnya.
Seandainya saja bumi diijinkan (Allah SWT) berpuisi
menceritakan apa yang terjadi di perutnya, mungkin semua manusia akan memilih
terus-menerus (bersujud) “tersungkur” untuk mendapat ampunan dan belas kasihan
dari Allah SWT. Jika saja bumi boleh “berpuisi” kalangan sufi mengimajinasikan
seperti berikut:
(1)
“Hai manusia ..., silahkan kalian bersikap dan
bertindah sesuka hati dan menyombongkan diri di atas punggungku ... tanpa
mengindahkan apa yang telah diajarkan dan diteladankan oleh para rasul-Nya ... Tunggu!
... Tidak lama lagi kalian akan merintih pilu dalam perutku.
(2)
Hai manusia ..., silahkan kalian
membangga-banggakan diri terhadap (kehormatan) jabatan, harta, atau apa saja (atribut dunia) yang kalian
agung-agungkan (untuk meninggikan diri di hadapan manusia dan semua mahluk-Nya)
di atas punggungku ... Tunggu! ... Bakteri, ulat-ulat dan segenap jazad renik
ciptaan-Nya di perutku akan menghancurkan seluruh darah, daging, dan seluruh
organ tubuhmu (dengan bau yang menyengat) sampai tidak sedikitpun tersisa.
(3)
Hai manusia ..., silahkan kalian lupa diri terhadap
(ajaran) kesalehan (“budi pekerti”) yang diteladankaan para utusan-Nya (dan
kalian lebih memilih serta mementingkan saling berkonspirasi tanpa merujuk pada
petunjuk para rasul-Nya) di atas punggungku ... Tunggu! ... seluruh isi perutku akan melumat seluruh isi rongga
perutmu (jantung dan hati), otak, dan mulutmu untuk aku satukan dengan seluruh
isi tanah.
(4)
Hai manusia ..., silahkan kalian mengabaikan
penegakkan keadilan (sekalipun terhadap dirimu dan keluargamu) karena kalian
lebih memilih pementingan pencapaian kepuasan diri (“egoistik”) di atas
punggungku ... Tunggu! ... seluruh isi dalam perutku akan menyayat dan
mencabik-cabil seluruh bagian dari tubuhmu tanpa tersisa dan tanpa dapat engkau
tolak sedikitpun.
(5)
Hai manusia
..., silahkan kalian mengesampingkan dan mendustakan hak orang-orang yang lemah
(misalnya para yatim, kalangan miskin, para janda, dan kaum “marjinal”) ...
walaupun kalian melakukan shalat, berhaji, berpuasa, serta (terutama)
menjalankan ibadah fisik (karena ria) di atas punggungku ... Tunggu! ...
seluruh isi dalam perutku akan menjadi saksi terhadap keihlasan ibadah kalian ...
dan dengan ijin-Nya tiada seorang manusia pun yang kebal terhadap siksaan-Nya
dalam perutku. Tiada sedikitpun manusia dirugikan, saat menerima balasan
(hukuman dan pahala), ... bagi orang-orang yang (“gemar”) menyombongkan diri,
Allah SWT telah menyediakan seburuk-buruk tempat ... nauzubillah...
Kapan manusia, sebagai mahluk ciptaan-Nya, pasti
akan dipanggil kembali Sang Pencipta-nya; yaitu berupa kematian. Kapan manusia
dimatikan, hal itu menjadi bagian dari rahasia kekuasaan-Nya. Suatu hal yang
pasti, tiada manusia yang tidak akan mati; betapa pun “sakti” dan tinggi
jabatan atau kekuasaan yang dimiliki. Kebanyakan manusia lalai bahwa dirinya
akan dimatikan oleh-Nya dan dimasukkan dalam perut bumi (menunggu hari
pengadilan agung-Nya). Tiada apapun yang kekal atau abadi selain dari diri-Nya,
termasuk manusia. Apapun yang ada pada diri kita adalah pemberian atas
ijin-Nya; tiada patut untuk disombongkan dan (apalagi) digunakan untuk
merendahkan pihak lain. Sungguh di antara langit dan bumi, serta yang ada di
antaranya, adalah milik-Nya ... suatu saat akan dihancurkan oleh kekuasaan-Nya.
Bagi siapa saja yang ingat akan kekuasaan-Nya di
hari pembalasan, dan implikasi dari hari pengadilan agung-Nya, tiada yang patut
yang ia kerjakan kecuali melakukan amalan saleh (“altruistik”) tanpa
terkontaminasi “virus” ke-ria-an; yaitu tiada mempersekutukan-Nya. Tiada patut
yang disembah, dipuji, dijadikan sandaran penegakan keadilan, dan tempat
memohon belas kasihan ... kecuali Zat Yang Maha Abadi, Maha Adil, serta Maha
Perkasa. Tiada patut mensejajarkan diri, mengantarai, apalagi “menyabot”
hak-Nya dalam hal untuk disembah dan dimintai pertolongan. (Janganlah
menempatkan diri sebagai pihak atau zat yang pantas disembah dan dihormati,
kecuali kelak harus mempertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT dan memperoleh
siksa yang pedih ... Nauzubillah...).
Bagi hamba-Nya yang diberi hidayah dan pengetahuan
tentang kematian ... “tiada seorang
melihat jenazah (yang akan dimasukkan dalam perut bumi) melainkan ia pasti
menundukkan kepala sambil menangis”. Tiadalah patut menangguh-nangguhkan
amalan saleh, termasuk dalam mengerjakan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil
Republik Indonesia, kapan saja untuk segera dilakukan, selama ada waktu luang
dan kesempatan melaksanakannya. Waktu adalah milih Allah SWT, ... “Demi waktu, umumnya manusia lebih memilih
menderita kerugian (“egois”) dalam memanfaatkan waktu, kecuali orang-orang yang
ihlas dalam beriman dan beramal saleh (“altruistik”), menasehati untuk
kebenaran dengan menjalankan kesabaran”.
Patutlah
direnungkan dan dipahami dengan sungguh-sungguh terhadap beberapa nasehat ini:
(1)
Sungguh berat balasan bagi siapa saja yang berbuat
kecurangan, yaitu orang yang tidak berlaku adil, termasuk terhadap dirinya
sendiri. Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang yang apabila meminta
haknya dari pihak lain harus disempurnakan; namun apabila menakar urusan untuk
pihak lain mereka ini menguranginya. Allah SWT pasti akan mengadilinya,
walaupun mereka tidak merasa bahwa Allah SWT melihat dan kelak akan
membangkitkannya dari perut bumi (alam khubur).
(2)
Kecelakaan bagi orang, yaitu orang-orang yang
berdusta dan tidak menanamkan dalam pemahaman dalam dirinya bahwa hari
pembalasan itu benar-benar ada (terhadap dirinya). Janganlah kalian berlaku
kasar dalam menyampaikan kelembutan dan keadilan Allah SWT, karena kekasaran
itu akan menjauhkan kalian dari kelembutan dan keadilan Allah SWT. Sungguh para
nabi dan rasul-Nya bersikap lembut dalam menyampaikan pelajaran dalam bentuk
keteladanan.
(3)
“Wahai manusia, jangan sekali-kali mudah dilalaikan
oleh kemewahan dan keceriaan dunia ... usahakan selalu gunakan keyakinan akal
dan pikiran (pengetahuan) kalian tentang kekuasaan Allah SWT, ... sebaiknya
tidak harus menunggu dahulu dimatikan oleh Allah SWT, karena kelak kalian pasti
akan Allah SWT tunjukkan secara ainul yakin tentang kedahsyatan “neraka” (Jahim);
yaitu pada hari yang benar-benar akan Allah SWT tunjukkan tentang kelalaian
sebagian besar manusia karena terbelenggu “kenikmatan” duniawi yang sangat
sementara dan superfisial.
Kepada-Nya-lah
sebaik-baik tempat kembali. Sungguh, kelak kita semua akan masuk ke perut bumi
(“liang khubur”), dan dibangkitkan untuk mempertangung-jawabkan apa saja yang
kita lakukan selama (Allah SWT berikan amanah) hidup di muka bumi. Seorang
hamba Allah SWT yang dijamin masuk syurga-Nya, Syayidina Ali bin Abi Thalib KW,
selalu menangis jika mengingat kematian, dan kelak harus menghadapi
pengadilan-Nya ... Semoga kita semua selalu dalam bimbingan dan mendapat
hidayah-Nya, amin.
Ya Allah,
kasihanilah (almarhum) Bapak kami ... kasihanilah Ibu-Bapak kami, sebagaimana
mereka mengasihaniku di waktu kecilku (tanpa meminta imbalan). Ya Allah
jauhkanlah mereka dari (silsa) api neraka-Mu, yang tiada satu pun mahluk-Mu
mampu menaggung siksa-Mu. Mudahkanlah mereka mendapatkan ampunan-Mu atas
dosa-dosanya, dan mudahkan mereka mendapatkan pelipatgandaan pahala-Mu atas
kebaikannya yang diperbuatnya selama hidup ...amin.
PUSTAKA
Al-Ghazalli, I. 1999.
Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mu’min. Penerbit CV Diponegoro. Bandung.
Amin, M. 2009. The
Heroic Grand-daughter of Prophet Muhammad SAW. Arifa Publishing. Jakarta.
Darusamanwiati, A.S.
2012. Dialog Iblis dengan Para Nabi: 99 Kisah Penyegar Iman. Zaman. Jakarta.
Zuhri, M. 1994.
Terjemah Juz ‘Amma. Penerbit Pustaka Amani. Jakarta.
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar