Rabu, 12 Februari 2014

BUMI BERPUISI


SEANDAINYA BUMI BOLEH “BERPUISI”

Secercah Hikmah terhadap Manusia (yang Merasa) Akan Mati
 

Oleh: Dr. Ir. H. Tri Pranadji, MSi, APU
 

Peneliti (Ahli Peneliti Utama) pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
 

Makalah disampaikan sebagai materi Kultum (sehabis shalat Dhuhur) di Musholla PSEKP, Senin 14 Januari 2013

     

Dalam sebuah “cerita” di kalangan sufi konon bumi ini sangat marah dan jengkel terhadap ulah manusia; betapa sombong, serakah, saling mendengki, dan saling mengeksploitasi antar sesamanya; yang kuat menghisap dan menindas yang lemah. Beribu-ribu tahun, mungkin berjuta-juta tahun, bumi ini menahan marah dan tidak rela terhadap tingkah manusia yang (umumnya) berlaku semau-maunya di atas punggungnya.


Seandainya saja bumi diijinkan (Allah SWT) berpuisi menceritakan apa yang terjadi di perutnya, mungkin semua manusia akan memilih terus-menerus (bersujud) “tersungkur” untuk mendapat ampunan dan belas kasihan dari Allah SWT. Jika saja bumi boleh “berpuisi” kalangan sufi mengimajinasikan seperti berikut:  

(1)       “Hai manusia ..., silahkan kalian bersikap dan bertindah sesuka hati dan menyombongkan diri di atas punggungku ... tanpa mengindahkan apa yang telah diajarkan dan diteladankan oleh para rasul-Nya ... Tunggu! ... Tidak lama lagi kalian akan merintih pilu dalam perutku.

(2)       Hai manusia ..., silahkan kalian membangga-banggakan diri terhadap (kehormatan) jabatan, harta,  atau apa saja (atribut dunia) yang kalian agung-agungkan (untuk meninggikan diri di hadapan manusia dan semua mahluk-Nya) di atas punggungku ... Tunggu! ... Bakteri, ulat-ulat dan segenap jazad renik ciptaan-Nya di perutku akan menghancurkan seluruh darah, daging, dan seluruh organ tubuhmu (dengan bau yang menyengat) sampai tidak sedikitpun tersisa.

(3)       Hai manusia ..., silahkan kalian lupa diri terhadap (ajaran) kesalehan (“budi pekerti”) yang diteladankaan para utusan-Nya (dan kalian lebih memilih serta mementingkan saling berkonspirasi tanpa merujuk pada petunjuk para rasul-Nya) di atas punggungku ... Tunggu! ...  seluruh isi perutku akan melumat seluruh isi rongga perutmu (jantung dan hati), otak, dan mulutmu untuk aku satukan dengan seluruh isi tanah.

(4)       Hai manusia ..., silahkan kalian mengabaikan penegakkan keadilan (sekalipun terhadap dirimu dan keluargamu) karena kalian lebih memilih pementingan pencapaian kepuasan diri (“egoistik”) di atas punggungku ... Tunggu! ... seluruh isi dalam perutku akan menyayat dan mencabik-cabil seluruh bagian dari tubuhmu tanpa tersisa dan tanpa dapat engkau tolak sedikitpun.

(5)       Hai  manusia ..., silahkan kalian mengesampingkan dan mendustakan hak orang-orang yang lemah (misalnya para yatim, kalangan miskin, para janda, dan kaum “marjinal”) ... walaupun kalian melakukan shalat, berhaji, berpuasa, serta (terutama) menjalankan ibadah fisik (karena ria) di atas punggungku ... Tunggu! ... seluruh isi dalam perutku akan menjadi saksi terhadap keihlasan ibadah kalian ... dan dengan ijin-Nya tiada seorang manusia pun yang kebal terhadap siksaan-Nya dalam perutku. Tiada sedikitpun manusia dirugikan, saat menerima balasan (hukuman dan pahala), ... bagi orang-orang yang (“gemar”) menyombongkan diri, Allah SWT telah menyediakan seburuk-buruk tempat ... nauzubillah...

 
Kapan manusia, sebagai mahluk ciptaan-Nya, pasti akan dipanggil kembali Sang Pencipta-nya; yaitu berupa kematian. Kapan manusia dimatikan, hal itu menjadi bagian dari rahasia kekuasaan-Nya. Suatu hal yang pasti, tiada manusia yang tidak akan mati; betapa pun “sakti” dan tinggi jabatan atau kekuasaan yang dimiliki. Kebanyakan manusia lalai bahwa dirinya akan dimatikan oleh-Nya dan dimasukkan dalam perut bumi (menunggu hari pengadilan agung-Nya). Tiada apapun yang kekal atau abadi selain dari diri-Nya, termasuk manusia. Apapun yang ada pada diri kita adalah pemberian atas ijin-Nya; tiada patut untuk disombongkan dan (apalagi) digunakan untuk merendahkan pihak lain. Sungguh di antara langit dan bumi, serta yang ada di antaranya, adalah milik-Nya ... suatu saat akan dihancurkan oleh kekuasaan-Nya.

 
Bagi siapa saja yang ingat akan kekuasaan-Nya di hari pembalasan, dan implikasi dari hari pengadilan agung-Nya, tiada yang patut yang ia kerjakan kecuali melakukan amalan saleh (“altruistik”) tanpa terkontaminasi “virus” ke-ria-an; yaitu tiada mempersekutukan-Nya. Tiada patut yang disembah, dipuji, dijadikan sandaran penegakan keadilan, dan tempat memohon belas kasihan ... kecuali Zat Yang Maha Abadi, Maha Adil, serta Maha Perkasa. Tiada patut mensejajarkan diri, mengantarai, apalagi “menyabot” hak-Nya dalam hal untuk disembah dan dimintai pertolongan. (Janganlah menempatkan diri sebagai pihak atau zat yang pantas disembah dan dihormati, kecuali kelak harus mempertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT dan memperoleh siksa yang pedih ... Nauzubillah...).

 
Bagi hamba-Nya yang diberi hidayah dan pengetahuan tentang kematian ... “tiada seorang melihat jenazah (yang akan dimasukkan dalam perut bumi) melainkan ia pasti menundukkan kepala sambil menangis”. Tiadalah patut menangguh-nangguhkan amalan saleh, termasuk dalam mengerjakan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia, kapan saja untuk segera dilakukan, selama ada waktu luang dan kesempatan melaksanakannya. Waktu adalah milih Allah SWT, ... “Demi waktu, umumnya manusia lebih memilih menderita kerugian (“egois”) dalam memanfaatkan waktu, kecuali orang-orang yang ihlas dalam beriman dan beramal saleh (“altruistik”), menasehati untuk kebenaran dengan menjalankan kesabaran”.

 
Patutlah direnungkan dan dipahami dengan sungguh-sungguh terhadap beberapa nasehat ini:

(1)           Sungguh berat balasan bagi siapa saja yang berbuat kecurangan, yaitu orang yang tidak berlaku adil, termasuk terhadap dirinya sendiri. Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang yang apabila meminta haknya dari pihak lain harus disempurnakan; namun apabila menakar urusan untuk pihak lain mereka ini menguranginya. Allah SWT pasti akan mengadilinya, walaupun mereka tidak merasa bahwa Allah SWT melihat dan kelak akan membangkitkannya dari perut bumi (alam khubur).

(2)           Kecelakaan bagi orang, yaitu orang-orang yang berdusta dan tidak menanamkan dalam pemahaman dalam dirinya bahwa hari pembalasan itu benar-benar ada (terhadap dirinya). Janganlah kalian berlaku kasar dalam menyampaikan kelembutan dan keadilan Allah SWT, karena kekasaran itu akan menjauhkan kalian dari kelembutan dan keadilan Allah SWT. Sungguh para nabi dan rasul-Nya bersikap lembut dalam menyampaikan pelajaran dalam bentuk keteladanan.   

(3)           “Wahai manusia, jangan sekali-kali mudah dilalaikan oleh kemewahan dan keceriaan dunia ... usahakan selalu gunakan keyakinan akal dan pikiran (pengetahuan) kalian tentang kekuasaan Allah SWT, ... sebaiknya tidak harus menunggu dahulu dimatikan oleh Allah SWT, karena kelak kalian pasti akan Allah SWT tunjukkan secara ainul yakin tentang kedahsyatan “neraka” (Jahim); yaitu pada hari yang benar-benar akan Allah SWT tunjukkan tentang kelalaian sebagian besar manusia karena terbelenggu “kenikmatan” duniawi yang sangat sementara dan superfisial.

 
Kepada-Nya-lah sebaik-baik tempat kembali. Sungguh, kelak kita semua akan masuk ke perut bumi (“liang khubur”), dan dibangkitkan untuk mempertangung-jawabkan apa saja yang kita lakukan selama (Allah SWT berikan amanah) hidup di muka bumi. Seorang hamba Allah SWT yang dijamin masuk syurga-Nya, Syayidina Ali bin Abi Thalib KW, selalu menangis jika mengingat kematian, dan kelak harus menghadapi pengadilan-Nya ... Semoga kita semua selalu dalam bimbingan dan mendapat hidayah-Nya, amin.

 
Ya Allah, kasihanilah (almarhum) Bapak kami ... kasihanilah Ibu-Bapak kami, sebagaimana mereka mengasihaniku di waktu kecilku (tanpa meminta imbalan). Ya Allah jauhkanlah mereka dari (silsa) api neraka-Mu, yang tiada satu pun mahluk-Mu mampu menaggung siksa-Mu. Mudahkanlah mereka mendapatkan ampunan-Mu atas dosa-dosanya, dan mudahkan mereka mendapatkan pelipatgandaan pahala-Mu atas kebaikannya yang diperbuatnya selama hidup ...amin.

PUSTAKA
 

Al-Ghazalli, I. 1999. Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mu’min. Penerbit CV Diponegoro. Bandung.

Amin, M. 2009. The Heroic Grand-daughter of Prophet Muhammad SAW. Arifa Publishing. Jakarta.

Darusamanwiati, A.S. 2012. Dialog Iblis dengan Para Nabi: 99 Kisah Penyegar Iman. Zaman. Jakarta.

Zuhri, M. 1994. Terjemah Juz ‘Amma. Penerbit Pustaka Amani. Jakarta.

 
*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar